Semboyan Hidup Tentang Menuntut Ilmu

Kewajiban Menuntut Ilmu

Tidak sedikit ayat dalam Al Qur’an serta hadis Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang mengutamakan wajibnya belajar. Bahkan dalam kedudukan orang yang sedang menuntut ilmu disamakan dengan orang yang sedang berjihad.

Mengutip dalam buku Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X, coba perhatikan dalam wahyu pertama yang telah diturunkan Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam yang artinya:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia juga yang telah menciptakan antara manusia dari segumpal darah. Bacalah, seta Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajarkan (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya,” (Q.S. al-‘Alaq/96:1-5).

Dalam ayat tersebut, ada sejumlah kata yang menguatkan perintah dalam belajar serta menuntut ilmu yaitu ‘Bacalah’, ‘Yang mengajar dengan pena’, serta ‘Mengajarkan apa yang tidak diketahui’. Menuntut ilmu tidak akan dibatasi untuk para laki-laki saja, karena para wanita pun memiliki hak yang sama dalam menuntut ilmu.

Seluruh gender, memiliki hak serta kewajiban karena sama-sama menjadi seorang khalifah maupun wakil Allah di muka bumi, sekaligus juga menjadi seorang hamba yang taat.

Sebagai seorang khalifah, tentu manusia akan membutuhkan ilmu untuk bisa menegakkan syariat Allah Subhanahu wata’ala. Demikian juga untuk sebagai hamba, memerlukan sebuah ilmu yang memadai supaya bisa jadi hamba (‘abid) yang baik serta taat.

Mustahil untuk menjadi khalifah tanpa sebuah ilmu pengetahuan yang cukup untuk bisa mengelola serta merekayasa kehidupan di bumi ini, maka dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Sebagai contoh, untuk shalat saja perlu dalam ilmu mencari kiblat, kemudian mencari waktu yang tepat kapan untuk menjalankan sholat lima waktu, juga ilmu dalam membangun masjid yang benar, serta membangun tempat wudhu yang baik, dan lainnya.

Tak ada sebuah batasan pada tempat serta waktu dalam proses mencari ilmu, bahkan terdapat sebuah ungkapan Arab yang menyebutkan ‘Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina’.

Islam tentunya juga mengajarkan ‘Menuntut ilmu itu dimulai sejak lahir hingga ke liang lahat’, maka belajarlah mulai kecil hingga akhir usia. Jangan merasa malu dalam belajar walaupun sudah berumur.

Allah SWT Akan Meninggikan Derajat

Terkait dalam keutamaan sebuah menuntut ilmu satu ini, dalam Alquran sendiri Allah SWT akan berfirman: “Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kalian serta orang-orang yang diberi ilmu sebanyak beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11).

Mengenai tafsiran atau arti dalam ayat ini, Imam Syaukani berkata: “Dan makna ayat ini bahwasanya Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dari orang-orang yang tidak beriman, serta mengangkat beberapa derajat bagi orang-orang yang berilmu (serta beriman) dari orang-orang yang hanya dengan beriman. Maka barang siapa yang menggabungkan antara iman serta ilmu maka Allah akan mengangkatnya beberapa derajat atas imannya, lalu Allah mengangkat derajatnya atas seluruh ilmunya.”

Ilmu adalah warisan para Nabi

Rasulullah SAW bersabda: “Dan dalam sesungguhnya Nabi – Nabi tidak pernah mewariskan uang emas serta tidak pula uang perak, namun untuk mereka yang telah mewariskan ilmu (ilmu syar’i) barang siapa yang telah mengambil atas warisan tersebut maka sesungguhnya ia sudah mengambil pada bagian yang banyak.” (HR Ahmad).

Hal ini menunjukkan bahwa dalam keutamaan menuntut ilmu ini akan lebih tinggi daripada uang serta emas yang dalam sifat materi. Karena, ketika seseorang memiliki ilmu serta hingga mengajarkannya, maka dalam hal tersebut akan menjadi sebuah amal jariyah yang terus mengalir bahkan ketika orang tersebut sudah meninggal dunia.

Menuntut ilmu merupakan sebuah jalan menuju surga

Surga merupakan hal idaman bagi setiap muslim. Bahkan, ia pun menjadi sebuah janji dari Allah SWT bagi banyak amalan shalih yang banyak dilakukan oleh umat Islam. Sehingga, ketika Allah SWT menjadikan ilmu tersebut sebagai jalan utama menuju jalan surga, maka hal ini menunjukkan akan besarnya keutamaan dalam menuntut ilmu.

Hal tersebut juga sudah mendapatkan landasan syar’i, karena berdasarkan dalam sebuah hadis ketika Rasulullah SAW bersabda: “… Barang siapa yang meniti sebuah jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah juga akan memudahkan baginya untuk jalan menuju surga…” (HR Ahmad).

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait :

Arti Menuntut Ilmu, Kewajiban, serta Keutamaannya – Ilmu merupakan sebuah kunci akan segala kebaikan serta pengetahuan. Ilmu menjadi sebuah sarana untuk bisa menjalankan apa yang menjadi perintah Allah kepada kita. Tidak akan sempurna akan keimanan serta tak sempurna pula amal kecuali dengan keutamaan sebuah ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya juga hak Allah dijalankan, serta dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.

Hal ini yang sebuah membuat kebutuhan pada sebuah ilmu lebih besar serta dibandingkan kebutuhan pada makanan serta minuman, sebab pada keberlangsungan agama serta dunia bergantung dengan ilmu. Manusia akan lebih memerlukan ilmu daripada sebuah makanan juga minuman. Karena pada makanan dan juga minuman hanya dibutuhkan sebanyak dua hingga tiga kali sehari, sedangkan ilmu terus diperlukan pada setiap waktunya.

Sebagian dari antara kita mungkin bisa menganggap bahwa dalam hukum menuntut ilmu agama hanya sekadar sunnah, yang artinya akan mendapat pahala untuk mereka yang melakukannya serta tidak akan berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya.

Padahal ada terdapat banyak beberapa kondisi di mana dalam hukum menuntut ilmu agama adalah wajib untuk setiap Muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah untuk mereka orang yang meninggalkannya.

Kedua, adab penuntut ilmu terhadap dirinya

Seorang penuntut ilmu yang ingin belajar hendaknya ia duduk di hadapan guru, karena belajar sendiri dan berusaha memahami permasalahan secara otodidak sangat memungkinkan untuk terjatuh dalam kesalahpahaman. Berbeda halnya jika dia duduk di hadapan guru yang membimbingnya untuk membahas sebuah kitab atau permasalahan ia akan memahaminya secara jelas dan benar.

Ada saatnya seseorang diperbolehkan belajar secara otodidak yaitu ketika telah memiliki bekal terhadap dasar-dasar ilmu. Tetapi di awal-awal masa belajar hal tersebut tidak boleh dilakukan, pembelajaran harus di bawah bimbingan guru. Abu Hayyan Al-Andalusi bersyair tentang Tuma Al-Hakim,

يَظُنُّ الْغُمْرَ أَنَّ الْكُتْبَ تَهْدِي  ** أَخَا فَهْمٍ لإدراكِ الْعُلُومِ

وَمَا يَدْرِي الْجَهُولُ بأنَّ فِيْها  ** غَوَامِضَ حَيَّرَتْ عَقْل الْفَهِيْمِ

إذَا رُمْتَ الْعُلْومَ بِغَيْرِ شَيْخٍ  ** ضَلَلْتَ عَنِ الْصِّراطِ الْمُسْتَقِيْمِ

وَتَلْتَبِسُ الأمورُ عَلَيْكَ حَتَّ  ** تَكونَ أَضَّلَ مِنْ تُوْمَا الْحَكِيْمِ

“Orang yang tak memiliki pengalaman menyangka bahwa buku-buku itu bisa memberi petunjuk, membersamai kepahaman untuk menyampaikan kepada ilmu. Orang bodoh tak tahu bahwa di dalam buku-buku itu ada kesamaran yang sulit dipahami oleh akal orang pandai. Jika kau menginginkan ilmu tanpa guru, kau pun tersesat dari jalan yang lurus karena perkara-perkara bercampur-aduk atasmu hingga kau pun jadi lebih tersesat dari si Tuma al-Hakim.”([11])

Penyair lain berkata,

قَالَ حِمَارُ الْحَكِيمِ تُوِّمَا ** لَوْ أَنْصَفُونِي لَكُنْت أَرْكَبُ

لِأَنَّنِي جَاهِلٌ بَسِيطٌ ** وَصَاحِبِي جَاهِلٌ مُرَكَّبُ

Suatu hari, keledai Tuma al-Hakim berkata, “Seandainya mereka mau jujur kepadaku, tentulah aku yang semestinya menunggangi si Tuma. Sebab kebodohanku sebatas jahil basith, sedangkan tuanku jahil murakkab.”([12])

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa,

أَنَّ توْما الحَكيمُ حَثَّ النّاسَ عَلَى التَّصَدُّقِ بِبَنَاتِهِمْ لِغَيْرِ المُتَزَوِّجِينَ صَدَقَةً لِلهِ ، مِثْل اَلَّذِي يَتَصَدَّقُ بِالطَّعَامِ لِلْجَائِعِ فَقِيلَ : تَصَدَّق بِالْبَنَاتِ عَلَى البَنِينِ يُرِيدُ بِذَاكَ جَنّاِتْ النَّعيمِ

Tuma al-Hakim itu menyemangati orang-orang untuk menyedekahkan anak-anak perempuan mereka kepada orang-orang yang belum menikah sebagai sedekah karena Allah ﷻ, yaitu sama halnya seperti bersedekah makanan kepada orang yang lapar, lalu dikatakan, “Menyedekahkan anak-anak perempuan kepada lelaki yang belum menikah dengan tujuan mendapatkan surga.”

Maka cara yang terbaik untuk belajar adalah talaki (bertemu) langsung di hadapan guru. Namun harus diperhatikan kepada siapa kita menuntut ilmu, karena tidak boleh menuntut ilmu kepada ahli bidah dan ahli syubhat yang hanya menyebarkan kebid’ahannya dan syubhat.

Jika ilmu dunia saja harus memilah dan memilih kepada siapa harus belajar, maka apalagi ilmu agama berkaitan dengan akhirat kita. Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata,

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ

“Sesungguhnya Ilmu ini adalah agama. Maka lihatlah kalian dari siapa kalian mengambil agama kalian.”([13])

Memang benar perkataan yang baik kita ambil yang buruk tidak diambil, tapi perkataan ini hanya berkaitan dengan orang yang bisa memilah mana yang benar dan mana yang salah. Alhamdulillah para Ulama dan Ustaz Ahlusunah telah banyak, hendaknya para penuntut ilmu mencukupkan diri dengan mereka. Jangan sampai dia menjerumuskan dirinya ke dalam bidah dan syubhat karena belajar kepada Ustaz yang berpemahaman menyimpang. Demikian pula kekeliruan sebagian orang yang ketika mencari guru dia mencari ustaz yang lucu, kalau tidak dia tidak mau belajar. Imam Malik rahimahullah berkata,

لَا يُؤْخَذُ الْعِلْمُ عَنْ أَرْبَعَةٍ، وَيُؤْخَذُ مِمَّنْ سِوَى ذَلِكَ: لَا يُؤْخَذُ مِنْ صَاحِبِ هَوًى يَدْعُو النَّاسَ إِلَى هَوَاهُ وَلَا مِنْ سَفِيهٍ مُعْلِنٌ بِالسَّفَهِ، وَإِنْ كَانَ مِنْ أَرْوَى النَّاسِ وَلَا مِنْ رَجُلٍ يَكْذِبُ فِي أَحَادِيثِ النَّاسِ، وَإِنْ كُنْتَ لَا تَتَّهِمُهُ أَنْ يَكْذِبَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا مِنْ رَجُلٍ لَهُ فَضْلٌ وَصَلَاحٌ وَعِبَادَةٌ إِذَا كَانَ لَا يَعْرِفُ مَا يُحَدِّثُ

“Tidak diambil ilmu dari empat orang, dan diambil (ilmu tersebut) dari selain mereka, (1) Tidak diambil (ilmu) dari pengikut hawa nafsu, yang mengajak manusia untuk mengikuti hawa nafsunya, (2) Dari orang bodoh, yang menampakkan kebodohannya, walaupun dia termasuk orang yang paling banyak riwayatnya, (3) Dari seseorang yang terbiasa berdusta dalam pembicaraan dengan orang lain, meskipun ia tidak tertuduh berdusta atas Rasulullah ﷺ, (4) Dari seseorang yang tidak mengerti apa yang dia bicarakan, meskipun ia memiliki keutamaan dan kesalehan, serta ahli ibadah.”([14])

Oleh karena itu, terkadang kita harus menjelaskan kepada umat terkait keadaan orang yang sok jadi Ustaz padahal bukan ustaz. Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

فَأَمَّا أَهْلُ البِدَعِ وَاَلْضَلالَةِ وَمَن تَشَبَّهَ بِالْعُلَمَاءِ وَلَيْسَ مِنْهُمْ فَيَجُوزُ بَيانُ جَهْلِهِمْ وَإِظْهارُ عُيوبِهِمْ تَحْذِيرًا مِنْ الِاقْتِداءِ بِهِمْ

“Adapun ahli bid’ah dan kesesatan, serta orang-orang berkedok ulama padahal bukan, maka boleh menjelaskan kejahilan mereka dan menampakkan jati diri mereka sebagai peringatan agar (umat tidak) mengikuti mereka.”([15])

Di antara adab terhadap guru adalah sabar dengannya ketika menuntut ilmu darinya. Diriwayatkan mengenai Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,

ابْنُ عَبَّاسٍ كَانَ يَجْلِسُ فِي طَلَبِ العِلْمِ عَلَى بَابِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ “حَتَّى يَسْتَيْقِظَ فَيُقَالُ لَهُ : أَلا نوْقَظَهُ لَكَ ” ؟ فَيَقُولُ : لَا ، وَرُبَّمَا طَالَ مَقامُهُ وَقرعَتْهُ الشَّمْسُ

Ibnu Abbas duduk di depan pintu rumah Zaid bin Tsabit menunggunya bangun. Dikatakan kepada Ibnu Abbas, “Maukah kami bangunkan Zaid bin Tsabit untuk engkau?” Ibnu Abbas berkata, “Jangan.” Terkadang Ibnu Abbas menunggu lama sampai terkena terik matahari.([16])

Inilah salah satu bentuk contoh menghargai ilmu dan menghargai guru yang telah menyampaikan ilmu kepadanya. Oleh karena itu, hendaknya bagi kita untuk memperhatikan kondisi guru kita.

Motto hidup Islami pendidikan, ajarkan berbuat kebaikan.

61. "Yang terbaik di antara kamu adalah mereka yang memiliki perilaku terbaik dan karakter terbaik." - Sahih Bukhari

62. "Allah tahu persis apa yang harus diberikan kepadamu untuk membantumu kembali kepada-Nya. Peristiwa dalam hidupmu memiliki tujuan."

63. "Ketika hal-hal baik terjadi, ucapkan Alhamdulillah. Ketika hal-hal buruk terjadi, ucapkan Alhamdulillah. Karena sesungguhnya Allah selalu mengujimu."

64. "Orang yang banyak berbuat baik, banyak pulalah temannya."

65. "Kebaikan itu banyak tetapi pengamalnya (yang melaksanakannya) sedikit."

66. "Teruslah berbuat baik, karena itulah yang akan kembali kepada kita."

67. "Bicaralah hanya ketika kata-katamu lebih indah daripada keheningan."

68. "Berilah kemudahan dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari." - HR. Bukhari dan Muslim

69. "Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya yang lain." - HR. Muslim

70. "Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah, jangan engkau lemah." - HR. Muslim

71. "Realitas sopan santun adalah hasil dari karakter yang indah. Jadi, tata krama adalah manifestasi dari integritas dan kekuatan dalam kepribadian batiniah seseorang menjadi tindakan." - Ibnu Rajab

72. "Jika kamu mengucap syukur, Saya akan memberi kamu lebih banyak." - QS. Ibrahim: 71

73. "Jika hatimu sudah ikhlas maka tidak ada lagi penderitaan yang akan menyakitimu."

74. "Hati yang ikhlas menuntun dunia dan akhirat bergerak membantumu."

75. "Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar."

76. "Kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan dosa itu adalah segala sesuatu yang menggelisahkan perasaanmu dan engkau tidak suka bila dilihat orang lain."

77. "Janganlah engkau memiliki sifat iri hati karena hanya akan membuat jiwamu gelisah."

78. "Selama kamu masih berdiri, ulurkan tanganmu pada orang-orang yang telah jatuh."

79. "Salah satu alasan mengapa Tuhan memberikan kekuatan kepada kita adalah agar kita dapat menolong orang lain."

80. "Lakukanlah kebaikan sekecil apapun karena kamu tidak pernah tahu kebaikan mana yang akan membawamu ke surga."

81. "Ketika kita menolong orang lain, sebenarnya kita sedang menolong diri kita sendiri."

82. "Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa." - QS. Al-Hajj: 40

83. "Dalam hidup ini, jika kamu tak mau membantu sesama, maka kamu bukan benar-benar hidup, kamu hanya bernapas."

84. "Apa yang kita lakukan untuk orang lain, suatu saat pasti akan kembali kepada kita."

85. "Datangnya kematian tidak menunggu hingga kamu akan menjadi lebih baik. Jadilah orang baik dan tunggulah kematian." - Habib Ali Zainal Abidin

86. "Dunia ini ibarat bayangan. Kalau kau berusaha menangkapnya, ia akan lari. Tapi kalau kau membelakanginya, ia tak punya pilihan selain mengikutimu." - Ibnu Qayyim Al Jauziyyah

87. "Menuntut ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ulang ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad." - Abu Hamid Al Ghazali

88. "Kenyang itu akan membuat badan jadi berat, mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan, mengajak tidur, dan melemahkan ibadah." - Imam Syafi'i

89. "Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." - QS. Al-A'raf: 56

90. "Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Ia akan menjadikan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka" - (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

91. "Katakanlah (Muhammad), 'Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu'." - QS. Al-Maidah: 100

92. "Dan barang siapa mengerjakan kebaikan akan kami tambahkan kebaikan baginya." - QS. Asy-Syura: 23

93. "Kita adalah makhluk yang suka menyalahkan dari luar, tidak menyadari bahwa masalah biasanya dari dalam." - Abu Hamid Al Ghazali

94. "Mempelajari dan mengajarkan Alquran itu bagaikan usaha seseorang pengemis yang berkata pada pengemis lain di mana dia bisa mendapatkan makanan." - KH. Ahmad Dahlan

95. "Kenali kebenaran, maka kamu akan tahu orang-orang yang benar. Benar Tidak diukur oleh orang-orangnya, tetapi manusia diukur oleh kebenaran." - Ali bin Abi Thalib

Arti Menuntut Ilmu, Kewajiban, serta Keutamaannya – Ilmu merupakan sebuah kunci akan segala kebaikan serta pengetahuan. Ilmu menjadi sebuah sarana untuk bisa menjalankan apa yang menjadi perintah Allah kepada kita. Tidak akan sempurna akan keimanan serta tak sempurna pula amal kecuali dengan keutamaan sebuah ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya juga hak Allah dijalankan, serta dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.

Hal ini yang sebuah membuat kebutuhan pada sebuah ilmu lebih besar serta dibandingkan kebutuhan pada makanan serta minuman, sebab pada keberlangsungan agama serta dunia bergantung dengan ilmu. Manusia akan lebih memerlukan ilmu daripada sebuah makanan juga minuman. Karena pada makanan dan juga minuman hanya dibutuhkan sebanyak dua hingga tiga kali sehari, sedangkan ilmu terus diperlukan pada setiap waktunya.

Sebagian dari antara kita mungkin bisa menganggap bahwa dalam hukum menuntut ilmu agama hanya sekadar sunnah, yang artinya akan mendapat pahala untuk mereka yang melakukannya serta tidak akan berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya.

Padahal ada terdapat banyak beberapa kondisi di mana dalam hukum menuntut ilmu agama adalah wajib untuk setiap Muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah untuk mereka orang yang meninggalkannya.

Mencari Lingkungan Belajar yang Mendukung

Lingkungan belajar sangat memengaruhi kualitas proses belajar seseorang. Sebuah lingkungan yang mendukung, baik itu di rumah, sekolah, atau tempat belajar lainnya, akan memberikan kenyamanan dan motivasi tambahan. Oleh karena itu, pilihlah lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi proses belajar tanpa banyak gangguan.

Menuntut ilmu adalah proses yang membutuhkan niat yang ikhlas, disiplin, kesabaran, serta keterbukaan terhadap kritik dan masukan. Memilih sumber ilmu yang tepat dan menjaga adab selama proses pembelajaran juga merupakan aspek penting yang harus diperhatikan. Ilmu yang didapat seharusnya tidak hanya dipahami, tetapi juga diamalkan agar memberikan manfaat yang lebih luas. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, proses menuntut ilmu akan menjadi lebih efektif dan bermakna.

Hukum dalam Menuntut Ilmu

Ilmu seperti apa yang harus dan wajib dipelajari oleh warga umat Islam? Tentu bukan sebuah ilmu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan dunia serta akhiratnya. Terdapat ilmu yang tidak wajib dipelajari, bahkan hukumnya haram serta berdosa bila dipelajari.

Untuk sebuah ilmu yang bermanfaat, maka dalam mempelajarinya akan memberikan sebuah konsekuensi pahala. Berikut ini beberapa hukum menuntut ilmu-ilmu yang wajib seperti dilansir pada halaman kemdikbud.go.id:

Hukum fardhu kifayah ini berlaku pada ilmu yang perlu ada pada kalangan umat Islam, agar tidak hanya kaum di luar Islam yang dapat menguasai ilmu tersebut.  Misalnya seperti ilmu kedokteran, ilmu falaq, perindustrian, ilmu bahasa, ilmu komunikasi, ilmu nuklir, ilmu komputer, serta lainnya.

Hukum ini akan berlaku bila ilmu yang dimaksud dilarang untuk ditinggalkan oleh para umat Islam pada segala situasi serta kondisi.  Sebagai contohnya, ilmu agama Islam, ilmu dalam mengenal Allah Subhanahu wata’ala dengan seluruh sifat-Nya, serta ilmu tata cara beribadah, serta yang terkait pada kewajiban sebagai muslim.

Manfaat yang akan terus mengalir walaupun sudah meninggal

Rasulullah SAW bersabda: “Apabila anak serta cucu Adam meninggal dunia, maka akan terputuslah amalannya kecuali dengan tiga jalur: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat serta anak shalih yang senantiasa akan mendoakannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Siapa yang tidak ingin terus menerus untuk bisa mendapatkan pahala walaupun telah meninggal dunia. Hal tersebut akan didapatkan oleh orang yang telah bersungguh-sungguh saat menuntut ilmu. Karena, ilmu tersebut tidak hanya bermanfaat untuk dirinya, namun juga berpengaruh untuk orang lain.

Keutamaan dalam ilmu ini sebaiknya bisa sebab untuk para setiap Muslim senantiasa bersemangat serta bersungguh-sungguh dalam perjalanan menuntut ilmu.

Syaikh Az Zarnuji juga mengatakan, bahwa dalam antara hal yang penting pada menuntut ilmu yang perlu diperhatikan yaitu fil jiddi atau kesungguhannnya. Apabila sesuatu dilakukan dengan kesungguhan, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan memberi keberhasilan di dalamnya. Selain kesungguhan (al jiddu), yang juga perlu diiringi dengan sebuah sikap kesungguhan yang kemudian terus menerus (al muwazobah) serta komitmen (al muzallimah) atas menuntut ilmu. Tiga sikap tersebut harus terus ada dalam diri seorang pelajar serta berjalan beriringan, tidak dapat hanya menjalani salah satunya saja.

Wajib untuk setiap pelajar, yang bersungguh-sungguh, terus menerus, serta komitmen, tidak berhenti jika tujuannya dalam menuntut ilmu dapat tercapai. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Maryam: 12 yang artinya, “Wahai Yahya, ambillah kitab itu dengan kuat”, serta dalam QS Al Ankabut: 69 yang pada artinya, “Dan pada orang-orang berjuang, untuk bisa mencari keridhaan Kami, niscaya Kami akan tunjukkan mereka jalan-jalan menuju kita”.

Diucapkan Az Zarnuji, barangsiapa yang sudah mencari sesuatu serta dilakukannya dengan sikap sungguh-sungguh, pasti mereka akan mendapatkannya. Serta barangsiapa yang mengetuk pintu secara terus menerus, pasti bisa masuk. Dikatakannya pula, bahwa dengan sesuai kesungguhannya, seseorang pasti akan bisa mendapatkan apa yang menjadi harapannya.

Dalam makna kesungguhan ini, Az Zanurji menjelaskan dalam kesulitan yang dihadapi seseorang akan bisa selesai dalam kesungguhan, terutama ketika kesulitan yang sudah dihadapi saat proses belajar. Allah akan bisa memberikan pertolongan pada seseorang bila Allah menghendaki. Kesulitan bisa selesai dengan kesungguhan menjadi sebuah anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala serta dalam kekuasaan-Nya.

Kesungguhan di dalam belajar serta memperdalam sebuah ilmu bukan hanya dari sebbuah pelajar semata namun dalam kesungguhan ini juga diperlukan kesungguhan dari tiga (3) orang, yakni pelajar (murid), guru, serta orang tua. Apabila murid, guru, serta orang tua sungguh-sungguh, insya Allah hal tersebut akan berhasil, kesulitan menuntut ilmu, dalam belajar akan bisa selesai.

Manusia yang diperintahkan Allah untuk belajar serta menuntut ilmu. Hanya saja memang kualitas terhadap akal manusia itu dengan kapasitas yang berbeda-beda. Kesungguhan inilah yang menjadi sebuah kunci. Dengan kesungguhan tersebut, sesuatu yang sulit itu akan dimudahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.